Perempuan Yang Bersandar Pada Laut di Acara Jurnal Perempuan
![]() |
Pendidikan Publik dan Pemutaran Film Perempuan Nelayan Jurnal Perempuan |
Ok, ini bukan judul cerita fiksi
ya. Jadi kemarin gue datang ke acara Jurnal Perempuan, Pendidikan Publik dan
Pemutaran Film Dokumenter Perempuan Nelayan hari Rabu (31/01/2018) di Mezanine-nya
Hotel Aryaduta, Tugu Tani Jakarta Pusat situ. Undangannya dapat dari siapa lagi
kalau bukan dari Jeng MT dari Embassy negara tetangga sebelah situ tuh hehe..Ya
dakuh penasaran dengan perempuan nelayan ini.Kayak apa dan model mana. Apakah
dia itu semacam kerja dilaut yang pakai kapal besar dan jadi pelaut yang keluar
sekolah pelayaran atau sekolah tinggi perikanan atau gimana?
Datang ke lantai atas ternyata di
ruangan sudah penuh orang, awalnya tertera di informasi yang bakal kasih kata
sambutan itu Ibu Menteri KKP, Ibu Susi. Wuiihh gue udah ngebayang tuh bakal
foto bareng beliau kayak foto salah satu mbak yang juga kerja di embassy yang
sama ama MT. Wuih udah kebayang juga dapat likes banyak di facebook atau dapat
love di instagram tapi ya.. ditunggu tunggu si Ibu gak keliatan. Ternyata beliau
dipanggil sama Pak Bos Presiden. Yahhhh... kuciwa dirikuh. Tapi gapapa, issue
yang dibahas sama Jurnal Perempuan itu lebih penting dari pada sekedar foto
bareng doangan. Yak cuz gue lanjut ya. Nah tapi ada tetap perwakilannya dari
KKP, namanya Ibu Rina. Gue lupa jabatannya apa. Tapi Ibu Rina membahas juga
soal adanya asuransi buat nelayan dan kartu nelayan.
![]() |
Ibu Zarokah, nelayan perempuan dari Morodemak, Demak , Jawa Tengah |
Namun ternyata yang ditemukan
sama kawan-kawan Jurnal Perempuan di lapangan itu, masih ada pekerja nelayan
yang berjenis kelamin perempuan yang gak diakui sebagai nelayan oleh negara.
Bahkan di kartu e-ktp mereka, mereka yang mendampingi suaminya melaut. Dimana
juga mengerjakan berbagai pekerjaan melaut (nebar jala, jadi juri mudi,jaga
tambak udang, kasih vitamin untuk udang, jaga kincir tambak supaya terus nyala
dsb) itu ya perempuan-perempuan ini yang mengerjakan. Kalau wiraswasta bisa
perempuan bisa laki-laki yang kerjakan tapi sama pemerintah khususnya daerah ini
belum setuju kalau para nelayan perempuan itu eksis. Bahkan sampai ada anggota
dewan dari salah satu partai yang menyepelekan permasalahan ini. Kayaknya
perempuan itu cuman boleh kerja di dapur gitulah dan jadi nelayan itu bukan
pekerjaaan utamanya. Ada 2 tempat yang jadi tempat penelitian Jurnal Perempuan
di Desa Morodemak, Demak, Jawa Tengah dan di Tulang Bawang, Lampung.
![]() |
Pekerjaannya Ibu Zarokah banyak banget |
Gue jadi keinget pas penelitian
Kemenkes kemarin di Lampung, jadi pas acara kondangan itu ada organ tunggal dan
datanglah para tamu. Diantara para tamu adalah seorang perempuan dengan
dandanan glamour dan penuh dengan asesoris emas. Dari kalung, gelang, cincin
sampai liontin kalung yang gede banget. Pokoknya udah kayak toko perhiasaan
berjalan dah. Nah, pas MC acara
memanggil ibu ini untuk berjoget di acara kondangan, MC menyebut bahwa si Ibu
adalah Bos Udang (Bos tambak udang maksudnya). Gue pikir wow pasti dia punya
banyak tambak udang ya sampai bisa punya banyak perhiasaan begitu.
Tapi uwow gue musti stop disitu
dulu. Soalnya begitu gue lihat film dokumenter di acara Jurnal Perempuan tentang
nelayan perempuan ini wah gak seperti bayangan gue. Bekerja untuk tambak bagi
seorang perempuan itu berarti sama dengan mengurus berhektar tanah yang isinya
kolam tambak berikut isinya, ya udangnya ya airnya ya kondisi air ya...segala
deh. Kata si ibu penambak udang yang punya/memiliki sekitar 5 hektar kolam
bareng suaminya itu, dia bekerja hampir 24 jam apalagi menjelang masa panen
udang. Bisa 3-4 bulan hanya tidur 2-3 jaman sehari. Demi mendapatkan hasil
panen udang yang memuaskan. Jadi bisa dipikirkan ya. Gimana capeknya jadi pekerja
tambak perempuan yang bekerja di tambak udang. Di beberapa kasus, setelah
perjuangan yang sangat panjang di e-ktp akhirnya berhasil tertera bahwa mata
pencaharian mereka adalah nelayan. Tapi kalau gak salah belum semuanya deh.
![]() |
Wong Wedok Miyang |
Jadi setelah menonton film ini
kok ya gambaran bos tambak udang yang gue temuin menari di acara organ tunggal
pas di desa waktu di Lampung waktu itu ya jadi buyar ya. Ada sisi-sisi lain
yang belum terseimbangkan.Jadi ya semacam cassing Handphone yang bagus luarnya
aja tapi dalamnya belum tentu handphone itu sebagus luarnya. Banyak hal yang perlu
ditambal dan diperbaiki oleh pihak pemerintah dan perlunya edukasi terhadap masyarakat sekitar bahwa nelayan perempuan adalah pekerjaan dan itu ada. Gimana pun nelayan perempuan itu
sama, bahkan lebih banyak kerjanya dibanding nelayan laki-laki seperti yang
dilakukan oleh Ibu Zarokah salah satu nelayan asal Desa Morodemak, Demak Jawa
Tengah dengan aktivitasnya yang segambreng itu.
Diacara ini juga ada tanya jawab
dan presentasi masing-masing pembicara. Ada pembicara dari LIPI yang ternyata
adalah jebolan Antropologi UI dan berkiprah dibidang maritim. Ada pembicara
dari Jurnal Perempuan. Satu lagi gue lupa darimana tetapi hampir dari semuanya
bercerita tentang permasalahan yang ada dilapangan terkait nelayan perempuan.
Tapi sayang kan kita dibatasi
waktu ya, jadi sekitar jam 2’an selesai deh acara diskusi dan pemutaran film
ini. Jurnal perempuan dalam acara ini disupport sama Ford Foundation dan KIARA
(Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan). Gue sempat menemui Mbak Hikmah dari Jurnal Perempuan karena ada salam dari MT yang gue perlu sampaikan dan wajahnya Mbak Hikmah mengingatkan gue sama Tina Nyophie deh hehe..
Comments
Post a Comment